Pengertian Puasa Tasu'a: Sunnah yang Sering Terlupakan

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang mulia dalam kalender Hijriyah, menandai dimulainya tahun baru Islam. Di antara sekian banyak keutamaan bulan ini, terdapat anjuran ibadah puasa yang sangat dianjurkan, yaitu puasa Tasu'a dan Asyura. Puasa Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram mungkin lebih dikenal luas karena keutamaannya dalam menghapus dosa setahun yang lalu. Namun, puasa Tasu'a, yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram, memiliki kedudukan dan hikmah tersendiri yang tak kalah penting, meski terkadang kurang mendapat perhatian. Artikel ini akan mengupas tuntas pengertian, latar belakang, kedudukan, keutamaan, tata cara, hingga hikmah di balik pensyariatan puasa Tasu'a.

Pengertian Puasa Tasu'a

Pengertian Puasa Tasu'a

Secara harfiah, "Tasu'a" dalam bahasa Arab berarti "kesembilan". Jadi, Puasa Tasu'a adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari kesembilan di bulan Muharram. Puasa ini tidak berdiri sendiri, melainkan sangat erat kaitannya dengan Puasa Asyura yang jatuh pada hari kesepuluh Muharram. Puasa Tasu'a merupakan anjuran Nabi Muhammad SAW sebagai pendamping puasa Asyura, yang memiliki tujuan spesifik yaitu membedakan praktik ibadah umat Islam dengan umat-umat sebelumnya, khususnya Yahudi.

Latar Belakang dan Sejarah Pensyariatan

Sejarah pensyariatan puasa Tasu'a berakar pada tradisi Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Nabi SAW bertanya tentang alasan mereka berpuasa pada hari itu. Mereka menjawab bahwa hari Asyura adalah hari yang mulia, di mana Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari Firaun dan kaumnya, sehingga Nabi Musa berpuasa sebagai bentuk syukur.

Mendengar hal ini, Rasulullah SAW bersabda, "Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Maka beliau pun memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura. Namun, karena puasa Asyura juga dilakukan oleh kaum Yahudi, Rasulullah SAW kemudian berkeinginan untuk membedakan diri dari mereka. Beliau bersabda, "Seandainya aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a) dan kesepuluh (Asyura)."

Sayangnya, Rasulullah SAW wafat sebelum tiba Muharram tahun berikutnya, sehingga beliau tidak sempat melaksanakan puasa Tasu'a. Namun, sabda dan niat beliau menjadi landasan kuat bagi umat Islam untuk mengamalkan puasa Tasu'a bersamaan dengan puasa Asyura. Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga identitas keislaman dan menghindari tasyabbuh (menyerupai) tradisi umat lain dalam ibadah.

Kedudukan Puasa Tasu'a dalam Islam

Kedudukan puasa Tasu'a dalam Islam adalah sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat dianjurkan. Meskipun bukan wajib, meninggalkannya tanpa alasan yang syar'i adalah kerugian besar karena melewatkan pahala yang besar dan kesempurnaan mengikuti sunnah Nabi SAW.

Para ulama sepakat bahwa puasa Tasu'a adalah penyempurna puasa Asyura. Jika seseorang hanya berpuasa pada hari Asyura saja, puasanya tetap sah dan mendapatkan keutamaan menghapus dosa setahun. Namun, menggabungkannya dengan puasa Tasu'a akan lebih sempurna dan sesuai dengan anjuran Nabi SAW yang ingin membedakan diri dari kaum Yahudi. Bahkan, beberapa ulama memakruhkan puasa Asyura saja tanpa disertai puasa Tasu'a atau puasa sehari sebelumnya/sesudahnya, untuk menghindari kesamaan dengan Yahudi. Oleh karena itu, bagi umat Muslim, dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.

Keutamaan Puasa Tasu'a dan Ashura

Keutamaan utama dari rangkaian puasa di bulan Muharram ini terletak pada puasa Asyura. Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: "Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu." Ini adalah keutamaan yang luar biasa, menunjukkan betapa besar rahmat Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.

Lalu, bagaimana dengan keutamaan puasa Tasu'a? Meskipun tidak ada hadis spesifik yang menyebutkan keutamaan puasa Tasu'a secara terpisah dari puasa Asyura, keutamaan Tasu'a terletak pada beberapa aspek:

  • Mengikuti Sunnah Nabi SAW: Melaksanakannya adalah bentuk ketaatan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW, juga mewujudkan niat beliau yang belum sempat terlaksana.
  • Penyempurna Ibadah: Puasa Tasu'a melengkapi puasa Asyura dan menjadikan ibadah puasa Muharram lebih sempurna di mata syariat.
  • Pembeda Identitas: Ini adalah cara umat Islam menegaskan identitasnya dan membedakan diri dari umat lain, menjaga orisinalitas ajaran Islam.
  • Mendapat Pahala Tambahan: Setiap amalan sunnah pasti mendatangkan pahala dari Allah SWT. Dengan berpuasa Tasu'a, seorang Muslim mendapatkan pahala tambahan di samping pahala puasa Asyura.

Tata Cara Pelaksanaan Puasa Tasu'a

Tata cara pelaksanaan puasa Tasu'a pada dasarnya sama dengan puasa sunnah lainnya, yaitu:

  • Niat: Niat puasa sunnah boleh dilakukan pada malam hari sebelumnya (sebelum fajar) atau pada siang hari sebelum tergelincir matahari (sebelum waktu zuhur), asalkan sejak fajar belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Contoh niat dalam hati: "Saya berniat puasa sunnah Tasu'a karena Allah Ta'ala."
  • Menahan Diri: Menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar (waktu Subuh) hingga terbenam matahari (waktu Maghrib).
  • Sahur: Disunnahkan untuk makan sahur sebelum fajar, karena di dalamnya terdapat keberkahan.
  • Berbuka: Berbuka puasa segera setelah masuk waktu Maghrib.

Hikmah di Balik Pensyariatan Puasa Tasu'a

Pensyariatan puasa Tasu'a mengandung beberapa hikmah yang mendalam bagi umat Islam:

  • Penegasan Identitas Muslim: Puasa Tasu'a menegaskan bahwa Islam memiliki syariat dan identitasnya sendiri yang berbeda dari agama lain. Ini adalah bentuk menjaga kemurnian ajaran Islam dari pencampurbauran.
  • Kepatuhan kepada Sunnah: Melaksanakan puasa Tasu'a adalah bukti kecintaan dan kepatuhan umat Islam terhadap sunnah Nabi Muhammad SAW, meskipun beliau tidak sempat melaksanakannya secara langsung. Niat dan anjuran beliau sudah cukup menjadi pedoman.
  • Pencegahan Keserupaan: Dengan menambah satu hari puasa lagi, umat Islam secara jelas membedakan diri dari praktik Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram (Yom Kippur). Ini mengajarkan pentingnya menjaga batasan dan keunikan syariat Islam.
  • Penguatan Spiritualitas: Puasa di bulan Muharram, terutama Tasu'a dan Asyura, adalah kesempatan emas untuk meningkatkan ketakwaan, memohon ampunan, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT di awal tahun baru Islam. Ini adalah momentum untuk muhasabah (introspeksi diri) dan memulai lembaran baru dengan lebih baik.
  • Rahmat Allah: Anjuran puasa ini menunjukkan betapa Allah SWT selalu membuka pintu-pintu kebaikan dan ampunan bagi hamba-Nya melalui berbagai ibadah sunnah yang mudah dilaksanakan namun besar pahalanya.

Kesimpulan

Puasa Tasu'a mungkin tidak sepopuler puasa Asyura, namun memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ia adalah bukti kecintaan Rasulullah SAW untuk menjaga identitas umatnya, sekaligus bentuk kasih sayang Allah SWT yang memberikan kesempatan tambahan bagi hamba-Nya untuk meraih pahala dan ampunan. Dengan memahami pengertian, latar belakang, dan hikmahnya, seyogyanya kita semakin termotivasi untuk tidak melewatkan kesempatan emas berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram ini. Melaksanakannya adalah wujud ketaatan sempurna yang akan membawa keberkahan di dunia dan akhirat.

Next Post Previous Post