Pengertian Asas Trikon Ki Hadjar Dewantara dan Contoh Penerapannya

Pendidikan di Indonesia memiliki landasan filosofi yang kuat, salah satunya berasal dari gagasan Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Salah satu pemikiran penting beliau adalah Asas Trikon, yang menjadi panduan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang sesuai dengan jati diri bangsa.

Pengertian Asas Trikon Ki Hadjar Dewantara dan Contoh Penerapannya

Asas Trikon terdiri dari tiga prinsip utama, yaitu Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris. Ketiganya saling melengkapi untuk menciptakan proses belajar yang berkelanjutan, terbuka terhadap perkembangan zaman, namun tetap berakar pada nilai-nilai budaya sendiri.

Memahami Asas Trikon bukan hanya penting bagi para pendidik, tetapi juga bagi siapa pun yang terlibat dalam dunia pendidikan. Dengan memahami dan menerapkannya, proses pembelajaran dapat berjalan lebih bermakna, relevan, dan mampu membentuk karakter peserta didik secara utuh.

Pengertian Asas Trikon

Asas Trikon adalah salah satu konsep pendidikan yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai panduan membangun proses belajar yang utuh. Istilah “Trikon” sendiri berasal dari tiga kata kunci, yaitu Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris.

Melansir dari Indoinside, ketiga prinsip ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait untuk menciptakan pendidikan yang relevan sekaligus berakar pada nilai budaya bangsa.

Kontinyu menekankan bahwa pendidikan harus berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Belajar bukan hanya terjadi di sekolah atau di usia tertentu, tetapi sepanjang hayat. Setiap pengalaman, peristiwa, dan interaksi bisa menjadi sarana untuk menambah pengetahuan serta memperluas wawasan.

Konvergen mengajarkan bahwa pendidikan sebaiknya terbuka terhadap berbagai sumber ilmu dan metode belajar. Artinya, kita perlu menggabungkan pengetahuan dari dalam maupun luar budaya sendiri, memanfaatkan teknologi, dan belajar dari perkembangan dunia tanpa kehilangan arah.

Sementara itu, Konsentris menekankan bahwa proses belajar harus tetap berlandaskan pada nilai dan identitas bangsa. Meski terbuka pada pengaruh luar, pendidikan tetap perlu menjaga akar budaya agar karakter peserta didik tidak terlepas dari jati diri bangsa.

Secara sederhana, Asas Trikon dapat dipahami sebagai ajakan untuk belajar sepanjang hayat, terbuka terhadap perkembangan, namun tetap berpijak pada nilai luhur budaya sendiri. Inilah yang membuat konsep ini tetap relevan hingga sekarang, meskipun zaman terus berubah.

Contoh Penerapannya

1. Penerapan Asas Kontinyu

Misalnya, dalam pembelajaran matematika, guru tidak hanya memberikan materi sekali lalu selesai. Sebaliknya, materi disusun secara bertahap, mulai dari konsep dasar hingga soal yang lebih kompleks. Tugas dan latihan diberikan secara rutin sehingga peserta didik terbiasa berpikir secara berkesinambungan. Cara ini membantu mereka memperkuat pemahaman dari waktu ke waktu, tanpa merasa belajar itu terputus di tengah jalan.

2. Penerapan Asas Konvergen

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru bisa mengajak peserta didik memanfaatkan berbagai sumber untuk memahami suatu topik. Tidak hanya dari buku teks, tetapi juga artikel berita, video edukasi, hingga forum diskusi daring. Dengan menggabungkan banyak sudut pandang dan metode belajar, siswa memperoleh wawasan yang lebih luas dan mampu melihat hubungan antarpengetahuan.

3. Penerapan Asas Konsentris

Untuk pelajaran seni budaya, guru dapat merancang kegiatan yang berakar pada kebudayaan lokal. Contohnya, membuat kerajinan tangan khas daerah, memerankan drama dari cerita rakyat, atau mempelajari tarian tradisional. Melalui kegiatan ini, siswa bukan hanya belajar keterampilan seni, tetapi juga memahami dan menghargai nilai-nilai luhur yang diwariskan leluhur.

Kesimpulan

Asas Trikon Ki Hadjar Dewantara menjadi panduan penting dalam membangun pendidikan yang utuh dan relevan sepanjang zaman. Melalui prinsip Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris, proses belajar dapat berlangsung terus-menerus, terbuka terhadap perkembangan ilmu, namun tetap berakar pada nilai-nilai budaya sendiri. Penerapannya di kelas tidak hanya memperkaya pengalaman belajar siswa, tetapi juga membentuk karakter mereka agar siap menghadapi tantangan masa depan tanpa kehilangan jati diri bangsa.

Next Post Previous Post